Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Keadaan Sosial Ekonomi Indonesia Menjelang Kemerdekaan

Assalam Print - Keadaan bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan sangat memperhatinkan. Nah pada kesempatan kali ini kita akan bahas khusus mengenai keadaan sosial ekonomi.
Sebelum pembahasan lebih jauh, terlebih dahulu admin sampaikan beberapa harapan jika setelah membacanya Anda dapat memahami, menghargai dan mengagumi peran umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia ataupun kemajuan Islam di berbagai Negara seperti di Negara Spanyol/Rusia.
Untuk tujuan khusus setelah membacanya, diharapkan dapat mengetahui :
  1. Keadaan sosial bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan.
  2. Usaha-usaha Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
  3. Kelas-kelas yang ada pada masa penjajahan Belanda.
  4. Keadaan politik Indonesia menjelang kemerdekaan. Partai-partai politik di Indonesia menjelang kemerdekaan.
  5. Menjelaskan keadaan pendidikan bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan.
  6. Lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh/didirikan di Indonesia menjelang kemerdekaan.
Itulah beberapa tujuan khusus dari postingan kali ini, dan yang perlu diketahui adalah tujuan khusus ini mewakili dari beberapa postingan lainnya yang akan diposting hari-hari berikutnya.
Akhir abad 18 dan awal abad 19 adalah mimpi buruk bagi kerajaan Belanda. Sebab kerajaan dibubarkan tahun 1775 M, diganti dengan republik. Kini republik itupun dibubarkan dan diganti kembali menjadi kerajaan pada tahun 1806 M.  Rajanya berbangsa Perancis yaitu Leuis Napoleon. Sedangkan Belanda termasuk jajahan Perancis. Inggris sebagai musuh Perancis, di Eropa juga sedang berusaha menguasai Hidia Belanda (termasuk Indonesia, India dan Singapura). Raja Perancis Louis Bonaparte mengutus Herman Willem Deandles pada tahun 1808 M, ke Indonesia untuk mempertahankan Hindia Belanda tenutama Indonesia dari jajahan Inggris.  Sebagai Gubernur Jendral dari bangsa yang menjajahnya, maka Deandels dihadapkan kepada dua masalah penting, yaitu perlawanan pribumi untuk merdeka dan mengembalikan wilayah jajahan dari tangan lnggris ke Belanda (kenajaan Perancis).  Dalam keadaan seperti itulah Dendels menerapkan kebijakan yang sangat keras, seperti kerja paksa, mencabut jabatan Bupati sebagai penguasa daerah dan dijadikan sebagai pegawai kolonial bergaji tetap, dilarang memungut upeti kecuali atas nama kolonial dan mengucilkan raja-raja lokal dan pemerintahan.  Pada masa Deandels ini Belanda mengalami kesulitan ekonomi. Maka Deandels mewajibkan setiap anak laki-laki berusia 16 tahun ke atas untuk menamam 500 pohon lada. Hasilnya diserahkan kepada kolonial.  Untuk mengumpulkan dana, Deandels menjual tanah rakyat kepada pengusaha swasta. Pemerintahan Deandels berakhir tahun 1811 M. Ia digantikan oleh Jansens.  Bersamaan dengan itu Perancis di Eropa mengalami kekalahan dan Inggris mulai secara terbuka masuk ke Indonesia. Maka sejak tahun 1811 M, Jenderal Inggris bernama Rafless (berada di bawah Gubernur Jenderal lnggris Lord Minto di India) menguasai Sumatera dan Jawa. Tetapi diberbagai daerah kerja paksa tetap berlaku.  Kehadiran Inggris di Indonesia semakin mempersulit sektor ekonomi. Sebab pemerintahan Rafless menetapkan bahwa semua tanah milik negara. Masyarakat yang memakai tanah diwajibkan membayar landrente (pajak burni). Rafless juga menghapus kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah tertentu.  Melalui perjanjian London (1814 M), bangsa Eropa yang berhasil menyingkirkan Napoleon Bonaparte berdamai dan mengembalikan wilayah jajahan kepada penjajah semula.  Sejalan dengan perkembangan politik dunia, terutama semenjak Eropa termasuk dikuasai oleh kaum leberalis. Segala bentuk politik di daerah jajahan mulai dikoreksi. Tanam Paksa (kerja paksa) secara resmi dihentikan pada tahun 1870 M  Sedangkan di Mesir dilakukan pembangunan Suez yang membelah Afrika Utara sehingga mudah dilintasi oleh kapal masuk dan ke Eropa serta Asia. Masa Revolusi idustri yang berkobar di Eropa mulai kekurangan bahan baku industri.  Menghadapi kondisi ini, pemerintah Belanda memakaì sistem kerja paksa dan mengambil tanah rakyat dengan sistem kontrak. Pemerintah bekerja sama dengan swasta (terutama bangsa Eropa, Cina dan kaum ningrat) menanam teh kopi, kina (Jawa Barat), tebu/pabrik gula (Jawa Tengah dan Jawa Timur), tembakau (Deli Serdang).  Kebijakan ini menyebabkan banyak penduduk yang tertipu atau di paksa menjadi kuli kontrak atau menyerahkan tanah untuk dikontrak secara paksa.  Untuk mendukung usaha di atas maka Belanda mendirikan perusahaan kereta api, agar perkebunan tidak tergenang air, maka dibangun irigasi. Pelabuhan dibangun agar hasil perkebunan mudah dibawa ke luar negeri seperti pelabuhan Sabang, Tanjung Priuk, Cilacap, Belawan, Semarang, Surabaya dan Makassar.  Demikianlah gambaran tentang keadaan ekonomi penduduk Indonesia akhir abad 19 dan awal abad 20. Hampir seluruh sumber ekonomi mulai dari lahan sampai jalur perdagangan dikuasai Belanda. Penduduk yang dapat menikmati hasil bumi Indonesia adalah mereka yang diangkat atau dijadikan “anak Belanda” terutama bangsa Eropa dan Cina.  Tetapi yang pasti jumlah mereka juga sangat sedikit. Dalam keadaan seperti inilah para pedagang Islam terutama di Solo menghimpun kekuatan dengan mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905 M.  Kesadaran mendirikan SDI ini didorong oleb dua hal, pertama, dominasi ekonomi oleh non pribumi, kedua, ingin membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah. SDI adalah orgunisasi ekonomi masyarakat pribumi pertama di Indonesia.  Masa sulit kedua bagi Belanda munculnya awal abad 20. Sebab setelah perang dunia pertama (1914 M -1918 M), semua negara Eropa memerlukan biaya besar dan mengalami kesulitan ekonomi.  Keadaan itu semakin memperburuk ekonomi masyarakat. Karena politik ekonomi di daerah jajahan semakin diperketat. Seluruh hasil bumi, perdagangan dan buhan baku dikonsentrasikan kepada penjajah. Keadaan ini tidak berubah sampai Jepang masuk pada tahun 1942 M.
Penjajahan Belanda yang berlangsung cukup lama menyebabkan kehidupan sosial (masyarakat) tidak menentu dan serba tidak pasti. Kebebasan masybrakât untuk berbicara, berpolitik dan mengembangkan kehidupan ekonomi sama sekali tidak diberi kan. Begitu juga kedudukan masyarakat di hadapan aparatur pemerintah dan hukum. Semua kegiatan yang dianggap merugikan masa depan penjajah atau akan menyadarkan masyarakat atas haknya sengaja dihalangi atau dicurigai sebagai anti kolonial.

Keterlibatan masyarakat dalam aparatur pemerintah terbatas sebagai pegawai rendah dan pesuruh Belanda. Sedangkan di sektor ekonomi sepenuhnya dikendalikan oleh pemerintah kolonial.

Pengertian keadaan sosial ekonomi pada uraian ini ialah “keadaan yang dicapai menyarakat pribumi dalam menentukan dan memilih peran dalam bidang ekonomi dan lapangan kerja”.
Keadaan tersebut sengaja diciptakan agar kolonialisme tetap berlangsung. Sehingga penduduk terbatas ruang geraknya serta tidak mendapat perlindungan secara hukum dan mengembangkan ekonomi.

Berdasarkan data sejarah, kolonialisme Belanda di Indonesia berawal dari urusan dagang rempah-rempah yang dilakukan sejak tahun 1602 M oleh VOC (Vereenigde Oost lndische Compagnie/Kompeni Dagang Hindia Timur). Mata dagang pertama yang dikuasai VOC adalah rempah-rempah yang banyak terdapat di pulau Jawa, Maluku, dan Sumatera.

Kenikmatan dagang melalui monopoli yang diperoleh VOC ini kemudian berubah menjadi menguasai dan menjajah bumi nusantara. Semenjak VOC dibubarkan (1799 M), kehadiran Belanda di Indonesia adalah sebagai penguasa (penjajah). Masyarakat dianggap sebagai pekerja atau pembayar upeti kepada Belanda dan dipaksa mengikuti Tanam Paksa (cultuur steisel) dan “Kerja Kontrak”.

Melalui sistem kolonialisme, seluruh sumber daya ekonomi (lahan, pekerja, jalur perdagangan dan politik ekonomi) masyarakat Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Kondisi ini tenis berlangsung sampai era kemerdekaan.

Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia cukup besar. Mulai Kerajaan Mataram, perang Aceh, Banten. Minangkabau, Batak, Diponegoro, Ambon dan Demak. Semuanya berakhir dengan kegagalan mengusir Belanda.

Salab satu penyebab keberhasilan Belanda menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia ialah masalah ekonomi. Sumber ekonomi dan jalur mata dagang utama (rempah-rempah) ke Eropa telah terlebih dahulu dikuasai Belanda. Sehingga lebih mudah membuat perencanaan di bidang kehidupan politik dan budaya.

Kebijakan politik ekonomi yang dilakukan Belanda antara lain, mengelompokkan warga masyarakat kepada golongan bangsa Eropa (Belanda), bangsa Cina, bangsa asing seperti bangsa Arab dan India, dan terakhir adalah bangsa pribumi (penduduk asli Indonesia). Usaha ini dimaksudkan agar pemerintah lebih mudah menentukan siapa kawan dan siapa lawan.

Bangsa Eropa dan Cina yang tidak berkepentingan dengan “Indonesia merdeka” diberi fasilitas kelas satu. Sedangkan bangsa Arab (karena Islam) dan India (yang dekat secara kultural dengan umat Islam) sengaja dihambat jalur perdagangan mereka.

Tetapi Belanda tidak mungkin menutup pintu bargsa Arab dan India datang ke Indonesia. Sebab mereka termasuk berpengalaman dan saingan Belanda dalam perdagangan Intemasional.

Sementara itu, golongan pribumi perlu dipisahkan dan kelompok di atas. Sebab, sebagian besar pribumi menjadi ancaman bagi kegiatan politik dan ekonomi Belanda. Meskipun demikian, di kalangan pribumi juga ada kelompok tertentu yang bisa diajak bekerja sama, sama halnya dengan bangsa Eropa dan Cina.

Oleh karena itu, pribumipun dikelompokkan berbagai golongan. Golongan pertarna adalah golongan priyayi (ningrat), kelas biasa, pedagang, dan petani. Di antara golongan ini yang mudah diajak bekerja sama oleh Belanda ialah kehompok priyayi yang secara kebetulan juga berkepentingan untuk mempertahankan status ningrat mereka.

Pengaruh kebijakan politik di atas terhadap kondisi ekonomi masyarakat pribumi sangat besar. Sebab seluruh kunci dan jalur ekonomi (perdagangan, perkebunan, jawatan transportasi) tidak satupun dapat dikuasai oleh pribumi.

Akhirnya, pribumi hidup dengan sumber daya, sumber alam, kesehatan dan pendidikan yang minim. Karena miskin, mereka selalu dijadikan sasaran penipuan. Seperti dibujuk menjadi kaki tangan Belanda, menakut nakuti pribumi, penjaga perkebunan Belanda dan membantu pengusaha Cina dan Eropa.

Perlakuan Belanda terhadap penduduk pribumi atau bangsa Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari kondisi Belanda di negerinya. Ketika VOC dibubarkan tahun 1799 M, saat itu terjadi persaingan antara VOC dan pedagang Eropa yang mempunyai sumber rempah-rempah di Amerika Latin dan lain sebagainya.

Pertarungan ini dimenangkan oleh pedagang Eropa. Sebelum mengalami bangkrut, VOC diubah menjadi Kolonialisme yang tidak harus mengeluarkan modal membeli rempah-rempah. Maka diterapkan sistem ekonomi bayar upeti. VOC tidak lagi sebagai pedagang yang membeli hasil petani, melainkan hanya menerima upeti dari petani yang dianggapnya sebagai anak jajahan.

Artikel Lainnya :
Akhir abad 18 dan awal abad 19 adalah mimpi buruk bagi kerajaan Belanda. Sebab kerajaan dibubarkan tahun 1775 M, diganti dengan republik. Kini republik itupun dibubarkan dan diganti kembali menjadi kerajaan pada tahun 1806 M.

Rajanya berbangsa Perancis yaitu Leuis Napoleon. Sedangkan Belanda termasuk jajahan Perancis. Inggris sebagai musuh Perancis, di Eropa juga sedang berusaha menguasai Hidia Belanda (termasuk Indonesia, India dan Singapura). Raja Perancis Louis Bonaparte mengutus Herman Willem Deandles pada tahun 1808 M, ke Indonesia untuk mempertahankan Hindia Belanda tenutama Indonesia dari jajahan Inggris.

Sebagai Gubernur Jendral dari bangsa yang menjajahnya, maka Deandels dihadapkan kepada dua masalah penting, yaitu perlawanan pribumi untuk merdeka dan mengembalikan wilayah jajahan dari tangan lnggris ke Belanda (kenajaan Perancis).

Dalam keadaan seperti itulah Dendels menerapkan kebijakan yang sangat keras, seperti kerja paksa, mencabut jabatan Bupati sebagai penguasa daerah dan dijadikan sebagai pegawai kolonial bergaji tetap, dilarang memungut upeti kecuali atas nama kolonial dan mengucilkan raja-raja lokal dan pemerintahan.
Melalui sistem kolonialisme, seluruh sumber daya ekonomi (lahan, pekerja, jalur perdagangan dan politik ekonomi) masyarakat Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Kondisi ini tenis berlangsung sampai era kemerdekaan.  Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia cukup besar. Mulai Kerajaan Mataram, perang Aceh, Banten. Minangkabau, Batak, Diponegoro, Ambon dan Demak. Semuanya berakhir dengan kegagalan mengusir Belanda.  Salab satu penyebab keberhasilan Belanda menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia ialah masalah ekonomi. Sumber ekonomi dan jalur mata dagang utama (rempah-rempah) ke Eropa telah terlebih dahulu dikuasai Belanda. Sehingga lebih mudah membuat perencanaan di bidang kehidupan politik dan budaya.  Kebijakan politik ekonomi yang dilakukan Belanda antara lain, mengelompokkan warga masyarakat kepada golongan bangsa Eropa (Belanda), bangsa Cina, bangsa asing seperti bangsa Arab dan India, dan terakhir adalah bangsa pribumi (penduduk asli Indonesia). Usaha ini dimaksudkan agar pemerintah lebih mudah menentukan siapa kawan dan siapa lawan.  Bangsa Eropa dan Cina yang tidak berkepentingan dengan “Indonesia merdeka” diberi fasilitas kelas satu. Sedangkan bangsa Arab (karena Islam) dan India (yang dekat secara kultural dengan umat Islam) sengaja dihambat jalur perdagangan mereka.  Tetapi Belanda tidak mungkin menutup pintu bargsa Arab dan India datang ke Indonesia. Sebab mereka termasuk berpengalaman dan saingan Belanda dalam perdagangan Intemasional.  Sementara itu, golongan pribumi perlu dipisahkan dan kelompok di atas. Sebab, sebagian besar pribumi menjadi ancaman bagi kegiatan politik dan ekonomi Belanda. Meskipun demikian, di kalangan pribumi juga ada kelompok tertentu yang bisa diajak bekerja sama, sama halnya dengan bangsa Eropa dan Cina.  Oleh karena itu, pribumipun dikelompokkan berbagai golongan. Golongan pertarna adalah golongan priyayi (ningrat), kelas biasa, pedagang, dan petani. Di antara golongan ini yang mudah diajak bekerja sama oleh Belanda ialah kehompok priyayi yang secara kebetulan juga berkepentingan untuk mempertahankan status ningrat mereka.  Pengaruh kebijakan politik di atas terhadap kondisi ekonomi masyarakat pribumi sangat besar. Sebab seluruh kunci dan jalur ekonomi (perdagangan, perkebunan, jawatan transportasi) tidak satupun dapat dikuasai oleh pribumi.  Akhirnya, pribumi hidup dengan sumber daya, sumber alam, kesehatan dan pendidikan yang minim. Karena miskin, mereka selalu dijadikan sasaran penipuan. Seperti dibujuk menjadi kaki tangan Belanda, menakut nakuti pribumi, penjaga perkebunan Belanda dan membantu pengusaha Cina dan Eropa.  Perlakuan Belanda terhadap penduduk pribumi atau bangsa Indonesia secara keseluruhan tidak terlepas dari kondisi Belanda di negerinya. Ketika VOC dibubarkan tahun 1799 M, saat itu terjadi persaingan antara VOC dan pedagang Eropa yang mempunyai sumber rempah-rempah di Amerika Latin dan lain sebagainya.  Pertarungan ini dimenangkan oleh pedagang Eropa. Sebelum mengalami bangkrut, VOC diubah menjadi Kolonialisme yang tidak harus mengeluarkan modal membeli rempah-rempah. Maka diterapkan sistem ekonomi bayar upeti. VOC tidak lagi sebagai pedagang yang membeli hasil petani, melainkan hanya menerima upeti dari petani yang dianggapnya sebagai anak jajahan.
Pada masa Deandels ini Belanda mengalami kesulitan ekonomi. Maka Deandels mewajibkan setiap anak laki-laki berusia 16 tahun ke atas untuk menamam 500 pohon lada. Hasilnya diserahkan kepada kolonial.

Untuk mengumpulkan dana, Deandels menjual tanah rakyat kepada pengusaha swasta. Pemerintahan Deandels berakhir tahun 1811 M. Ia digantikan oleh Jansens.

Bersamaan dengan itu Perancis di Eropa mengalami kekalahan dan Inggris mulai secara terbuka masuk ke Indonesia. Maka sejak tahun 1811 M, Jenderal Inggris bernama Rafless (berada di bawah Gubernur Jenderal lnggris Lord Minto di India) menguasai Sumatera dan Jawa. Tetapi diberbagai daerah kerja paksa tetap berlaku.

Kehadiran Inggris di Indonesia semakin mempersulit sektor ekonomi. Sebab pemerintahan Rafless menetapkan bahwa semua tanah milik negara. Masyarakat yang memakai tanah diwajibkan membayar landrente (pajak burni). Rafless juga menghapus kerajaan-kerajaan yang menguasai wilayah tertentu.

Melalui perjanjian London (1814 M), bangsa Eropa yang berhasil menyingkirkan Napoleon Bonaparte berdamai dan mengembalikan wilayah jajahan kepada penjajah semula.

Sejalan dengan perkembangan politik dunia, terutama semenjak Eropa termasuk dikuasai oleh kaum leberalis. Segala bentuk politik di daerah jajahan mulai dikoreksi. Tanam Paksa (kerja paksa) secara resmi dihentikan pada tahun 1870 M.

Sedangkan di Mesir dilakukan pembangunan Suez yang membelah Afrika Utara sehingga mudah dilintasi oleh kapal masuk dan ke Eropa serta Asia. Masa Revolusi idustri yang berkobar di Eropa mulai kekurangan bahan baku industri.

Menghadapi kondisi ini, pemerintah Belanda memakaì sistem kerja paksa dan mengambil tanah rakyat dengan sistem kontrak. Pemerintah bekerja sama dengan swasta (terutama bangsa Eropa, Cina dan kaum ningrat) menanam teh kopi, kina (Jawa Barat), tebu/pabrik gula (Jawa Tengah dan Jawa Timur), tembakau (Deli Serdang).

Kebijakan ini menyebabkan banyak penduduk yang tertipu atau di paksa menjadi kuli kontrak atau menyerahkan tanah untuk dikontrak secara paksa.

Untuk mendukung usaha di atas maka Belanda mendirikan perusahaan kereta api, agar perkebunan tidak tergenang air, maka dibangun irigasi. Pelabuhan dibangun agar hasil perkebunan mudah dibawa ke luar negeri seperti pelabuhan Sabang, Tanjung Priuk, Cilacap, Belawan, Semarang, Surabaya dan Makassar.

Demikianlah gambaran tentang keadaan ekonomi penduduk Indonesia akhir abad 19 dan awal abad 20. Hampir seluruh sumber ekonomi mulai dari lahan sampai jalur perdagangan dikuasai Belanda. Penduduk yang dapat menikmati hasil bumi Indonesia adalah mereka yang diangkat atau dijadikan “anak Belanda” terutama bangsa Eropa dan Cina.

Tetapi yang pasti jumlah mereka juga sangat sedikit. Dalam keadaan seperti inilah para pedagang Islam terutama di Solo menghimpun kekuatan dengan mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) pada tahun 1905 M.

Kesadaran mendirikan SDI ini didorong oleb dua hal, pertama, dominasi ekonomi oleh non pribumi, kedua, ingin membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajah. SDI adalah orgunisasi ekonomi masyarakat pribumi pertama di Indonesia.

Masa sulit kedua bagi Belanda munculnya awal abad 20. Sebab setelah perang dunia pertama (1914 M -1918 M), semua negara Eropa memerlukan biaya besar dan mengalami kesulitan ekonomi.

Keadaan itu semakin memperburuk ekonomi masyarakat. Karena politik ekonomi di daerah jajahan semakin diperketat. Seluruh hasil bumi, perdagangan dan buhan baku dikonsentrasikan kepada penjajah. Keadaan ini tidak berubah sampai Jepang masuk pada tahun 1942 M.

Artikel berikutnya membahas mengenai Keadaan Pendidikan Indonesia Menjelang Kemerdekaan.

Post a Comment for "Keadaan Sosial Ekonomi Indonesia Menjelang Kemerdekaan"