Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peranan Umat Islam Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

Assalam Print - Kemerdekaan yang diperoleh masyarakat Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan kaum muslim. Sebab Islam dianut oleh mayoritas penduduk, juga karena ajaran Islam sangat anti penjaiahan. Kolonial Belanda sangat menyadari hal itu.

Namun pengaruh Islam tetap tidak bisa dihilangkan. Bahkan dari waktu ke waktu semakin kuat. Penyebabnya antara lain ialah “karena pendidikan ummat Islam tidak pernah berhenti”.

Walaupun Belanda telah sedemikian rupa memecah belah penduduk pribumi, menghalangi da’wah Islam, memberi kebebasan bagi agama Nasrani.

Tetapi kekuatan moral para pemimpin Islam yang berada di Pondok Pesantren, Surau, Langgar dan Madrasah tidak pernah pudar. Melalui lembaga pendidikan seperti inilah lahir pejuang-pejuang muslim yang menjadi tulang punggung perjuangan kemerdekaan.
Selama masa penjajahan Belanda maupun Jepang, Pondok Pesantren tidak pernah berhenti menjalankan fungsinya walaupun dengan kondisi yang serba terbatas.  Pondok Pesantren mengajarkan ilmu agama dan ilmu lain yang dibutuhkan Santri seperti bertani, berladang dan sebagainya. Sebab lulusan pondok tidak mungkin ditarik untuk pegawai Belanda.  Biasanya tamatan pondok mendirikan pondok di daerah asalnya atau langsung terjun ke tengah masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh pondok semakin hari semakin kuat di masyarakat.  Sedangkan Belanda tidak bias menghalanginya. Sebab Pondok tidak menerima subsidi apapun dari kolonial. Semuanya datang dari masyarakat.
Pendidikan Islam yang paling tua adalah pengajian seperti di rumah seorang ustaz, Mushalla, Masjid atau Langgar. Umumnya pendidikan dilakukan menyatu dengan tempat ibadah. Hal ini sama dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bagi umat Islam, tempat ibadah juga sekaligus sebagai tempat menuntut ilmu.

Perkembangan dari pendidikan model Surau dan Langgar ini lahirnya Pondok Pesantren dan Madrasah. Lembaga ini telah berusia lama dan dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia.

Ketika Belanda menyisihkan umat Islam dari model pendidikan Belanda, maka lembaga seperti inilah yang menjadi penyangga pendidikan uamat Islam.

Pondok Pesantren umumnya berada di daerah pedesaan. Pimpinan Pondok Pesantren biasa disebut Kiayi adalah tokoh panutan masyarakat sekitar pondok. Siswanya disebut Santri. Guru dipanggil Ustaz.

Sistern pendidikan Pondok terbuka. Tidak ada pemisahan antara anak rakyat dan anak pamong praja. Bahkan anak Kyai sekalipun. Pendidikan dibenikan sesuai dengan kemampuan Santri.

Pondok secara langsung memiliki hubungan dan komunikasi dengan masyanakat. Sebab biaya pendidikan umumnya dari masyarakat yang berinfaq, zakat atau sedekah.

Hubungan santri dan ustaz tetap terjaga harmonis meskipun santri telah tamat pendidikan.
Baca juga mengenai keadaan pendidikan Indonesia menjelang kemerdekaan.

Selama masa penjajahan Belanda maupun Jepang, Pondok Pesantren tidak pernah berhenti menjalankan fungsinya walaupun dengan kondisi yang serba terbatas.

Pondok Pesantren mengajarkan ilmu agama dan ilmu lain yang dibutuhkan Santri seperti bertani, berladang dan sebagainya. Sebab lulusan pondok tidak mungkin ditarik untuk pegawai Belanda.

Biasanya tamatan pondok mendirikan pondok di daerah asalnya atau langsung terjun ke tengah masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh pondok semakin hari semakin kuat di masyarakat.

Sedangkan Belanda tidak bias menghalanginya. Sebab Pondok tidak menerima subsidi apapun dari kolonial. Semuanya datang dari masyarakat.
Baca juga mengenai keadaan sosial ekonomi bangsa Indonesia menjelang kemerdekaan.

Pada saat bangsa Indonesia berjuang menghadapi colonial Belanda, satu-satunya pertahanan rakyat yang ada adalah masyarakat Pondok, Madrasah, Surau atau Langgar.

Sebab semua lembaga yang ada saat itu berada di bawah tekanan Belanda. Kiyai, Ulama dan Ustaz beserta santri dan murid mereka menjadi laskar yang mandiri. Sebagian besar Pondok, Madrasah maupun Surau menjadi pusat komando peperangan.

Keadaan seperti inilah yang dimainkan oleh Surau Jembatan Besi Padang Panjang, Madrasab Parabek Bukittinggi, Pesantren Abah Anom Tasik Malaya, Pesantren Hasyim Asy’ari Jombang, Pondok Moderen Gontor dan beribu-ribu pondok lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam menghadapai berbagai perubahan dan kebutuhan masyarakat, lembaga pendidikan Islam (Madrasah maupun Pondok) berkembang secara dinamis. Meskipun pada awalnya hanya mengajarkan ilmu agama, juga mengembangkan ilmu umum.

Ketika sekolah-sekolah Model Barat berkembang subur pada tahun 1900 an, maka beberapa tokoh Islam juga mengikuti perkembangan. Mereka mencoba mendalami sistem sekolah model barat, seperti penggunaan kurikulum yang seragam dan pembagian siswa per kelas.

Hal ini yang dilakukan oleh H. Abdullah Ahmad melalui Adabiyah School di Padang (1906 M). H. Abd. Karim Amrullah di Surau Jembatan Besi Padang Panjang, H. Zainuddin Labai di Thawal,ib (1905 M), KH. Ahmad Dahlan melalui sekolah Muhammadiyah di Yogyakanta (1912 M), Persatuan Islam (Persis) serta Jamiatul Khair dan Al Irsyad (Jakarta).

Sekolah Islam model barat ini juga diajarkan mpta pelajaran “umum” yang diajarkan di sekolah-sekolah Belanda. Biasanya sekolah-sekolah model ini berdiri di daerah perkotaan.

Tetapi mereka tidak sama dengan sekolah Belanda. Sebab tujuan pendidikan mereka bukan untuk persiapan menjadi pegawai pemerintah kolonial Belanda. Tujuan mereka adalah untuk menanamkan nilai-nilai Islam kepada putra-putri Indonesia.

Tetapi pengetahuan agama yang diajarkan di Sekolah Islam model Barat ini tidak sedalam dan sebanyak yang diajarkan di Pondok Pesantren.

Pada masa penjajahan Jepang, banyak para santri (siswa Pondok Pesantren) yang mendapat latihan dasar ketentaraan. Umumnya mereka masuk ke dalam satuan tentara Hizbullah yang dibentuk tahun 1944 M. Tetapi adajuga yang masuk dalam tentara PETA (Pembela Tanah Air). Kedua tentara ini memainkan peran yang penting pada masa kemerdekaan.

Pengaruh Cendekiawan Muslim Luar Negeri

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Belanda tidak pernah berhasil mematikan semangat Islam. Meskipun di dalain negeri umat Islam dibatasi, tetapi untuk berhubungan ke luar negeri umat Islam memiliki sarana yaitu Haji ke Makkah.

Makkah adalah pusat Islam dan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setiap bulan Zulhijjah umat Islam seluruh dunia berkumpul di sana menuanaikan ibadah Haji. Kesempatan itu juga digunakan untuk menimba ilmu dari ulama-ulama yang mengajar di Masjidil Haram. Hal itu juga dilakukan oleh umat Islam Indonesia.
Makkah adalah pusat Islam dan tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setiap bulan Zulhijjah umat Islam seluruh dunia berkumpul di sana menuanaikan ibadah Haji. Kesempatan itu juga digunakan untuk menimba ilmu dari ulama-ulama yang mengajar di Masjidil Haram. Hal itu juga dilakukan oleh umat Islam Indonesia.
Bahkan salah seorang ulama besar yang mengajarkan Mazhab Syafi’i di Makkah sekitar akhir abad 19 adalah Syekh Ahmad Khatib, ulama asal Minangkabau yang menjadi imam besar Masjidil Haram.

Di samping itu, gerakan pembaharuan pemikiran yang dipe1opori oleh Jamauddìn Al Afgani dan Muhammad Abduh serta muridnya Muhammad Rasyid Redha dikenal dan diajarkan secara bebas di Masjid Haram.

Pengaruh pemikirai Tirnur Tengah ini menjelang Indonesia merdeka dibuktikan melalui lahirnya lembaga pendidikan seperti Adabiyah, Thawalib, Surau Jembatan Besi, Organisasi Muhammadiyah, Persis, Jarni’at Khair dan Al Irsyad, Syarikat Dagang Islam, Serikat Islam (SI), Yong Islamiten Bond (YIB), dan Majiis al Alam Islami (MIAI).

Dan lembaga pendidikan dan organisasi inilah lahirnya tokoh-tokoh nasional Islam yang mempersiapkan Indonesia merdeka.

Pendapat Syekh Muhamrnmad Abduh yang sangat berpengaruh di Indonesia adalah : Pertama, pintu ijtihad belum tertutup. Kedua kembali kepada ajaran Islam yang murni yaitu Al Qur’an dan Hadits.

Selain Syekh Muhammad Abduh adalah cendekiawan muslim dari Afganistan, yaitu Jamaluddin Al Afgani. Ia sering mengunjungi negara-negara Islam di seluruh dunia.

Menurut beliau, kemunduran umat Islam karena tidak adanya persatuan di antara sesama umat Islam. Justru umat Islam mudah dijajah oleh bangsa Eropa.

Baca juga mengenai pengaruh Islam bagi kemajuan bangsa barat.

Tokoh-tokoh Umat Islam di Indonesia

Umat Islam Indonesia berjuang menentang penjajahan sama lamanya dengan Kolonialisme berada di Indonesia.

Tokoh Islam sesuai dengan zamannya telah banyak yang menjadi korban keganasan penjajahan. Adapun tokoh Islam yang bertepatan dengan merebut kemerdekaan awal abad 20 antara lain terbagi kepada beberapa kolompok aktifitas. Ada yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan seperti Ahmad Khatib.

Meskipun ia berada di Makkah, namun melalui beliaulah patera Indonesia mendalami berbagai ilmu keislaman dan politik, baik yang datang dari Sumatera, Jawa maupun wilayah lainnya.

Sedangkan tokoh Islam yang bergerak di bidang pemikiran pendidikan, sosial dan politik adalah, Syekh Taher Jalaluddin, Syekh Muhammad Jamil Jambek, Haji Abdul Karim Amrullah, Rau Abdullah Ahmad (mereka sering disebut ulama Sumatera).

Adapun di Pulau Jawa tokohnya adalah KH. Ahad Dahlan (Muhammadiyah), KH. A. Hasan (Persis), Syekh Ahmad Syukurkati (Jamiatul Khair). KH. Hasyim Asy’ari (NU), HOS Cokroaminoto (SI), H, Samanhudi (SDI). KH. Halim. (PUI), KH. Kahar Murzakkir, H. Agus Salim (SI).

Untuk melihat betapa besarnya pengaruh Islam dalam merancang kemerdekaan Indonesia dapat dilihat pada susunan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang disingkat PPKI dan juga disebut Panitia 9.

Diantara 9 anggota PPKI 8 oraag adalah tokoh Islam, yaitu Ir. Soekarno, M. Hatta, A.A. Mararnis, SR (non muslim), Abikusno Tjokrosuyoso, Abdul Kahar Murzakir, Agus Salim, Achmad Subardjo, KH. Wachid Rasyim, dan Muhammad Yamin. Sedangkan tokoh Islam yang terbilang muda saat itu antara lain M. Rum, M. Natsir, Ir. Sukiman dan MR. Syafruddin Prawiranegara.

Post a Comment for "Peranan Umat Islam Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia"